BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel
merupakan salah satu sengketa yang cukup panjang apabila kita menghitung waktu
maupun upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan sengketa ini. Hal ini
jelas memicu kembali ketegangan tidak hanya di kalangan negara-negara Timur
Tengah tetapi juga ikut menarik perhatian dari dunia. Dalam konflik antara
Israel dan Palestina telah beberapa kali dilakukan perjanjian untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara kedua pihak yang sama-sama
menyatakan dirinya sebagai negara merdeka dan berhak atas wilayah yang menjadi
pokok sengketa antara kedua pihak. Meski telah berkali-kali dilakukan upaya
perdamaian sampai pada tingkat perjanjian Internasional yang telah dilakukan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sehingga menghasilkan pembagian wilayah untuk
kedua masing-masing pihak yakni Israel dan Palestina, tetapi pada kenyataannya
tidak mampu secara langsung menyelesaikan permasalahan antara Israel dan
Palestina.
Palestina
dengan pasukan intifadanya dan Israel dengan kekuatan bersenjata yang cukup
kuat tetap saling menyerang dan bertahan satu sama lain. Sementara solusi
riil untuk menyelesaikan sengketa mencapai pedamaian dunia tidak juga mampu
menyelesaikan permasalahan antara kedua bangsa. Ditinjau dari segi
pertanggungjawaban atas perjanjian internasional yang telah dilanggar
berkali-kali tentu harus dicermati kembali masalah yangmendasari.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa penyebab awal terjadinya konflik antara Israel dan Palestina?
2. Apa yang menyebabkan Israel menyerang palestina ?
3. Apa saja Hukum Perang yang dilanggar dalam perang tersebut ?
4. Apa dampak yang di akibatkan dari konflik antara Palestina dan Israel?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
penyebab awal terjadinya konflik antara Israel dan Palestina.
2.
Untuk mengetahui
penyebab Israel menyerang Palestina.
3.
Untuk mengetahui hukum
perang yang dilanggar dalam konflik Palestina Israel
4.
Untuk mengetahui
dampak yang diakibatkan dari konflik tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penyebab awal konflik Israel-Palestina
Konflik ini dimulai
setelah perang dunia kedua, ketika masyarakat Israel (yahudi) berpikir untuk
memiliki negara sendiri. Menurut sejarah mereka keluar dari tanah Israel
setelah Perang Salib karena dituduh pro-Kristen oleh tentara Islam, yang
kemudian ditinggali oleh orang-orang Filistin atau Palestine, pikiran berbentuk
zionisme yang didorong oleh genosida oleh Nazi pada perang dunia kedua. Pilihan
letak negara itu tentu saja adalah tanah leluhur mereka yang pada saat itu
merupakan tanah jajahan Inggris karena secara leluhur mereka memilikinya tapi
juga secara religius beberapa tempat keagamaan Yahudi ada disana.
Meskipun tidak secara terbuka,
negara-negara barat setuju dan mendukung alasannya karena sebelum orang
Palestina tinggal disana, tanah itu adalah milik Israel. sebaliknya
negara-negara Arab berargumen bahwa adalah karena Jerman yang melakukan
genosida maka tanah Jerman lah yang harus disisihkan untuk dijadikan negara
Yahudi. Dibalik semua intrik politik dan keuntungan dan kerugian politik,
strategis, dan sebagainya. Inggris secara sukarela mundur dari negara dan
memberikan siapa saja untuk mengklaimnya. berhubung Isreal lebih siap maka
mereka lebih dahulu memproklamirkan negara.
Sebaliknya orang-orang Palestina yang
telah tinggal dan besar disana tidak mau terima mejadi bagian negara Yahudi (Dalam
literatur doktrin Islam pemimpin negara harus seorang Muslim), sehingga bangsa
Israel kemudian melihat orang Palestina sebagai ancaman dalam negeri, begitu
juga dengan bangsa Palestina yang menganggap Israel sebagai penjajah baru.
Tiga Alasan Dasar Perebutan Kota Suci Jerusalem :
1.
Alasan Ekonomi
Presiden Bill Clinton sudah menjelaskan hal ini di Gedung Putih dalam
wawancaranya dengan koran Otto Citizen Canada pada tanggal 1 Desember 2000, bahwasanya
“kota Jerusalem akan menjadi tempat tujuan utama para turis internasional dan
para pelancong dunia dalam sejarah keparawisataan” dan karenanya pula ia
berusaha merayu Presiden Yasir Arafat agar mau memindahkan masjid Al-Aqsho dari
sana.
Pada realitasnya, sesungguhnya musuh Israel dengan usaha keras mereka untuk
menguasai kota Jerusalem dan kota Jerusalem yang lama dengan seluruh masjid dan
gereja yang ada di dalamnya, mereka ingin menguasai dan menjadi koordinator
tunggal untuk mengurusi para Haji dan Kristiani ke sana dan mereka pula yang
mengurusi kunjungan umat Islam untuk menyempurnakan Hajinya. Dan ini akan
mendatangkan pendapatan devisa yang sangat besar yang mereka dapat dari
kunjungan umat Kristiani dan umat Islam, bukan kunjungan para turis
internasional seperti yang diungkapkan Bill Clinton.
2.
Alasan
Politis
Alasan ini terealisasikan lewat
program mereka untuk menjadikan kota Jerusalem lama yang memiliki posisi yang
strategis dan sejarah panjang menjadi Ibu Kota Negara yang Abadi
menurut keyakinan mereka), yang dari sanalah mereka akan menguasai seluruh
wilayah sekitarnya.
Bariz, seorang politisi Libanon
pernah bercerita ketika ada pertemuan di PBB setelah Zionis Israel mencaplok
Libanon pada tahun 1982, ketika Perdana Menteri Israel pada waktu itu Manahen
Begin, mengundang mantan Perdana Mentri Libanon Kamil Syam`un untuk mengunjungi
kota suci Jerusalem,(seperti diceritakan oleh Kamil Syam`un dalam
otobiografinya dalam bahasa Prancis) Manahen Begin berprilaku seolah-olah ia
Raja Sulaiman sedangkan Kamil Syam`un diberlakukan seolah-olah salah satu raja
Al-guwaiyiim (buta huruf /bodoh) di masa mendatang. Yang datang dari kota Shuur
untuk menyembahkan rasa tunduk dan loyal kepada raja Israel yang baru.
Penggalan cerita ini sudah cukup
sebagai simulasi untuk menjelaskan alasan yang sangat esensi yang terwujud
lewat aturan yang ada di Timur Tengah. Sebuah aturan dan undang-undang yang
ingin diberlakukan secara paksa oleh Amerika Serikat kepada seluruh wilayah
itu, dengan kerja keras untuk menyamakan aturan bagi warga Arab bagaimanapun
caranya.
3.
Alasan Historis
Dengan alasan perang budaya, maka
merebut kota suci Jerusalem dan menguasai seluruh barang bersejarah umat Islam
dan Kristen di kota itu merupakan kemenangan budaya Barat atas budaya Arab
Islam, dengan keunggulan dan hegemoni politik Barat mengajak sekutunya untuk
mengusik dendam sejarah masa lalu yang berkobar dalam jiwa dan dada mereka atas
budaya Arab Islam yang mengalahkan mereka dalam perang orang-orang Barat
delapan abad yang lalu.
B.
Penyebab Israel
menyerang Palestina
Konflik antara
Palestina dan Israel telah berlangsung lama sejak tahun 1947. Pada masa itu
tepatnya pada bulan Mei, dilakukan pembagian wilayah antara Israel dan
Palestina yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari
pembagian wilayah adalah 54% dari wilayah diserahkan untuk Israel sedangkan
sisanya untuk Palestina yakni 46%. Apabila ditinjau dari segi jumlah penduduk
yang ada antara Israel dan Palestina, prosentase masyarakat Israel yakni bangsa
Yahudi hanya berkisar 31,5 % dari populasi yang ada.
Hal inilah yang menimbulkan reaksi balik
dari rakyat Palestina yang memperjuangkan kemerdekaan di tanah mereka sendiri.
Sementara bangsa Yahudi menganggap pembagian yang telah dilakukan itu tidaklah
cukup. Mereka menginginkan wilayah yang lebih luas. Sejak itulah terror yang
meluas terhadap rakyat Palestina berlangsung. Pada tanggal 9 April 1948
dilancarkan pembantaian massal, serangan yang dilakukan milisi Irqun dan
sebanyak 259 penduduk tewas.
Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1948
bangsa Yahudi mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai negara Israel. Tanah yang
menjadi sengketa antara kedua bangsa merupakan koloni dari Inggris setelah
perang dunia I. bangsa Yahudi menginginkan negerinya berdiri sendiri diatas
tanah tersebut sementara di tanah tersebut juga didiami bangsa Palestina.
Populasi bangsa Yahudi saat itu hanya 56.000 sedangkan Palestina mencapai satu
juta.
Sengketa ini terus berjalan seiring dengan
tekanan yang dilakukan oleh penguasa Israel. Tentara Israel melakukan
penyerangan salah satunya adalah Ramallah, di kawasan Tepi Barat ,
Palestina. Israel mengawali blokade di Ramallah dengan mengirim anggota
Batalion Egoz. Tentara Israel memburu
warga Palestina khususnya yang dianggap sebagai teroris Kondisi seperti itu
membuat warga dan petinggi pemerintah Palestina meradang. Apalagi respon dunia
khususnya Amerika Serikat sangat lambat. Bahkan hampir dapat dikatakan tidak
ada tindakan berarti untuk menyetop pendudukan di jantung Palestina. Di kota
itu, sejak tahun 1996, seiring ditariknya pasukan Israel otoritas Palestina di
bawah Arafat mengatur dan mengendalikan roda pemerintahan layaknya sebuah
negara. Kota ini dipilih sebelum ibu kota definitive Palestina yaitu Yerussalem
terwujud.Selain mengepung dan menyerang kota Ramallah pasukan Israel juga
melakukan serangan kilat ke Tepi Barat. Hanya dalam waktu kurang dari tiga
hari, Kota Jenin, Tulkarem, Betlehem Qalqilya dan Nablus di Tepi Barat secara
de facto berada dalam kontrol Israel.
Rakyat Palestina yang merasa terusir dari
daerah yang mereka diami selama ratusan tahun tidak tinggal diam saja. Mereka
terus melancarkan perang terhadap Israel sehingga muncullah perang yang terjadi
antara tahun 1948, 1967 dan tahun 1971. Perjuangan rakyat Palestina untuk
merebut kembali wilayahnya bergabung dalam suatu organisasi yaitu PLO.
September tahun 1982 terjadi pembantaian besar-besaran atas pengungsi Palestina
di kamp pengungsian Sabra dan Shatila yang menewaskan 2700 pengungsi hanya
dalam waktu 1 jam. Palestina sendiri akhirnya membentuk milisi yang dikenal
dengan Intifada.Perlawanan dari rakyat Palestina bergulir sejak tahun 1987.
Israel sendiri berusaha untuk meredam dengan upaya memberikan konsensi pada
perjanjian Oslo di tahun 1993 mengenai kesepakatan antara Israel dan Palestina
yang akan memberikan kesempatan kemerdekan bagi bangsa Palestina telah
dilanggar pada tahun 1998.
Harapan rakyat Palestina atas
kemerdekaannya dengan berdirinya Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan
ibukota Yerusalem Timur ternyata mengalami kegagalan karena perjanjian tersebut
dilanggar oleh Israel. Sebaliknya dengan perjanjian tersebut semakin
memperjelas kuatnya kontrol Israel atas daerah Tepi Barat dan Jalur
Gaza. Kebijakan apartheid yang membedakan waran dan bersifat sangat
diskriminatif diterapkan. Israel sendiri telah menguasai perekonomian di daerah
Tepi Barat baik tanah maupun sumberdaya alamnya, dengan ditopang dengan
kekuatan militer yang berfungsi untuk terus mengawasi rakyat Palestina.
Perlawanan Intifada bergolak pada akhir September 2001 setelah terjadiya
bentrokan antara Palestina dan Israel dipicu oleh kedatangan Ariel Sharon yang
dianggap bertanggungjawab atas pembantaian di kamp pengungsian Sabra dan
Shatila. Pada bentrokan ini 7 orang Palestina tewas dalam Mesjid Al Aqsa.
C.
Pelanggaran Hukum Perang pada Perang Israel Palestina
Kekerasan demi
kekerasan terus terjadi di Jalur Gaza. Hari Sabtu dan Ahad pekan pertama Maret
2008 ini tentara Israel kembali menuai darah melalui operasi militer berskala
besar ke bagian utara wilayah Palestina tersebut. Sebanyak 67 orang Palestina
tewas sementara 320 orang lagi cedera (Republika, 03/03/08).
Dr. Sami Abu Zuhri, Dosen Sejarah di Jamiah Islamiyah Ghaza
menyebutkan kekerasan Israel terhadap bangsa Palestina di awal Maret 2008 ini
adalah tragedi pembantaian Palestina paling berdarah sejak 1967, karena memakan
jumlah korban paling banyak. Menurut Abu Zuhri, dari total korban meninggal
akibat serangan Israel itu, dua puluh lima persennya adalah anak-anak dan kaum
wanita (eramuslim, 02/03/08)).
Kejahatan perang dalam bentuk lain terjadi pada pertengahan
Januari 2008. Selama lima hari Israel menyetop suplai listrik, bensin, dan
bantuan kemanusiaan ke Gaza, suatu kekejian yang oleh Amnesty International
(2008) disebut sebagaicollective punishment (hukuman
kolektif).
Akibat pemutusan ini, Gaza gelap gulita. Rumah sakit, sekolah,
tempat ibadah, hingga perumahan hanya mengandalkan lilin dan alat penerang
seadanya. Padahal, di wilayah sesempit 360km2 ini tinggal 1.5 juta rakyat
Palestina (1 juta diantaranya adalah pengungsi), dimana hampir 50% diantaranya
adalah kaum perempuan dan 48% diantaranya adalah anak-anak berusia kurang dari
14 tahun.
Dan ini bukan pertama kalinya. Perseteruan antara Israel dengan
Palestina, embargo ekonomi barat terhadap Palestina, dan konflik internal warga
Palestina sendiri baik di jalar Gaza maupun di Tepi Barat Sungai Yordan (West
Bank) telah mengorbankan sekian
banyak anak-anak, perempuan non combatant (yang
tak ikut berperang), para orang tua, dan orang sakit. Apa salah mereka sehingga
harus dikorbankan? Bukankah ini termasuk pelanggaran hukum perang (hukum
humaniter?)
1) Kekerasan
terhadap Warga Sipil di Gaza
Kekerasan dan
penderitaan warga sipil di Gaza, utamanya perempuan dan anak-anak telah
berlangsung sama tuanya dengan penjajahan Israel di Palestina. Studi yang
dilakukan oleh John Hopkins University (USA) dan Al Quds University (Jerusalem)
untuk CARE International pada 2002 menyebutkan bahwa warga Palestina memiliki
problem kesehatan dan kekurangan gizi yang tinggi. Tujuh belas setengah persen
(17.5%) dari anak-anak usia 6 hingga 59 bulan menderita kekurangan gizi kronis
(chronic malnutrition). Lima puluh tiga persen (53%) perempuan pada usia
reproduktif dan 44% anak-anak didapati menderita anemia.
Kendati demikian, apa yang terjadi setahun terakhir ini
sungguh luar biasa. Luar biasa karena dilakukan secara kolektif (collective
punishment) oleh Israel bersama-sama quartet of Middle East (PBB,
Uni Eropa, AS, dan Federasi Rusia) pasca kemenangan HAMAS pada pemilu
legislatif 2006 yang menghantarkan pemimpin HAMAS, Ismail Haniya, sebagai PM
Otoritas Palestina.
Kuartet Timur Tengah dan Israel menolak mengakui
kepemimpinan HAMAS, kendati terpilih dalam pemilu yang demokratis. Dasar utama
penolakan ini, menurut mereka, adalah karena HAMAS menolak mengakui Israel,
menolak mengakui perjanjian dengan Israel yang dilakukan sebelumnya yang
mengatasnamakan otoritas Palestina, dan menolak menghentikan kekerasan.
Akibat penolakan ini, maka kuartet Timur Tengah dan Israel
menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap pemerintahan HAMAS dalam bentuk menahan
pendapatan pajak (tax revenues) rakyat di dalam Otoritas Palestina,
menghentikan bantuan internasional dari kuartet tersebut kepada Otoritas
Palestina, Israel membatasi pergerakan barang masuk dan keluar teritori
Palestina dan pembatasan oleh perbankan US terhadap otoritas Palestina
Ketika pemerintahan koalisi HAMAS dan FATAH pecah pada
Juni 2007 yang berujung HAMAS menjadi penguasa de
facto Jalur
Gaza dan FATAH menguasai Tepi Barat, maka sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada
Jalur Gaza semakin ketat. Sebaliknya, sanksi ekonomi terhadap Tepi Barat yang
secara de
facto dan de
juredikuasai FATAH diperingan.
Kendati sanksi ekonomi ini ditujukan kepada HAMAS, pada
kenyataannya berdampak luas pada warga sipil, utamanya perempuan dan
anak-anak. Dampak yang paling jelas adalah terjadinya darurat
kesehatan. Malcolm Smart dari Amnesty International (2008) menyebutkan
bahwa lebih dari 40 pasien telah tewas sejak otoritas Israel menutup perbatasan
dengan Gaza pada Juni 2007. Situasi diperburuk oleh Mesir yang juga turut
menutup pintu perbatasannya dengan Gaza di daerah Rafah. Akibat penutupan ini,
warga Gaza terkunci di negerinya. Tak dapat pergi kemana-mana. Akses
pasien ke rumah sakit di luar Gaza menjadi tertutup. Kesempatan bersekolah
ataupun bekerja di luar Gaza menjadi hilang. Sementara itu Israel tetap leluasa
mengontrol Gaza, karena perjanjian yang dilakukan sebelumnya memberikan hanya
wilayah darat kepada otoritas nasional Palestina. Sebaliknya, wilayah udara dan
laut Gaza tetap dikuasai Israel.
Penghentian pasokan listrik dan bahan bakar selama lima
hari pada pertengahan Januari 2008 nyata-nyata telah mengancam kesehatan
dan keselamatan seluruh penduduk Gaza. Tidak hanya rumah sakit yang menderita,
warga-pun menderita kekurangan air bersih, karena listrik dan bahan bakar
diperlukan untuk memompa air. Wargapun kesulitan menyimpan makanan,
karena ketiadaan listrik membuat kulkas tak dapat dihidupkan. Bisa
dipahami bila akhirnya warga membobol tembok perbatasan Gaza dengan Mesir hanya
untuk membeli makanan dan barang keperluan sehari-hari (Yahoonews,
23/01/08).
Kekerasan dan sanksi ekonomi yang terjadi membuat warga
Gaza kini hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka menggantungkan hidup hanya
dari bantuan internasional. Yang itupun turut terjegal oleh blokade Israel.
Amnesty International (2008) berpendapat bahwa Israel
memiliki hak untuk membela dirinya dari serangan roket maupun serangan
bersenjata lainnya yang diluncurkan dari Gaza, namun adalah suatu kesalahan
untuk juga turut mengorbankan orang-orang yang tak turut bertanggungjawab atas
serangan roket tersebut, yaitu orang sakit, para orang tua, wanita yang tak
ikut berperang, dan anak-anak.
2) Pelanggaran
Hukum Humaniter
Tak diragukan lagi, apa
yang dilakukan Israel, kuartet Timur Tengah, maupun faksi Palestina yang
bertikai, dalam bentuk sanksi ekonomi maupun kekerasan terhadap warga sipil non
combatants adalah
suatu bentuk pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional.
Hukum humaniter atau hukum perikemanusiaan internasional
adalah serangkaian kompilasi hukum dan aturan-aturan yang berusaha untuk
mengurangi dampak dari sengketa bersenjta. Hukum humaniter internasional
memberi perlindungan hukum terhadap orang-orang yang tidak ikut ataupun tidak
lagi dapat berperang. Hukum humaniter juga mengatur sarana dan metode
dalam berperang. Maka, hukum ini tidak melarang perang namun mengatur bahwa
ketika perang tak dapat dicegah maka sedapatpun tetap harus memperhatikan
perikemanusiaan, seperti halnya perlindungan terhadap warga sipil, tawanan
perang, tentara yang terluka, dan batasan penggunaan senjata yang diperbolehkan
dalam berperang (ICRC, 2008).
Hukum humaniter terdiri dari dari serangkaian perjanjian
internasional yang diinisiasikan sejak lahirnya gerakan palang merah
internasional (1863). Di antara sumber hukum humaniter terpenting adalah
Konvensi Den Haag (1899 & 1907) dan Konvensi Geneva (1949 dan Protokol
Tambahan 1977).
Terkait dengan perlindungan terhadap warga sipil, Konvensi
Geneva ke III tahun 1949 mengatur perlindungan terhadap warga sipil yang tak
ikut berperang (non combatants), termasuk para tentara yang terluka. Mereka
wajib diperlakukan sesuai standar kemanusiaan tanpa memandang SARA. Dalam arti,
pembunuhan, penyiksaan, penyanderaan, penghinaan, perendahan martabat
(degrading treatment) dan penghukuman sama sekali dilarang dilakukan terhadap
mereka.
Konvensi ini telah diratifikasi oleh negara-negara seluruh
dunia, termasuk Israel, AS, Rusia, dan negara-negara Eropa Barat. Disamping
itu, Pasal 38 Konvensi Hak Anak (Children Rights Convention) 1989 juga mengatur
bahwa anak-anak adalah subyek dari hukum humaniter internasional (Konvensi
Geneva III 1949) yang sekali-sekali tak dapat dikorbankan ataupun dijadikan
sebagai kelompok bersenjata (combatants).
Maka, kekerasan yang dilakukan oleh Israel, ketika
mengorbankan warga sipil di Gaza, adalah bentuk pelanggaran berat terhadap
hukum humaniter, utamanya Konvensi Geneva 1949. Hukum humaniter tidak
mempersoalkan apa penyebab perang. Karena perang memang seringkali tak dapat
dicegah. Namun bahwa perang, kalaupun tetap terjadi, tak boleh sekali-sekali
mengorbankan warga sipil di Gaza. Yaitu, perempuan, anak-anak, dan orang
tua yang tak ikut berperang. Kuartet Timur Tengah (AS, Uni Eropa, Rusia dan
PBB) juga turut bertanggungjawab dan melanggar hukum humaniter secara tidak
langsung. Utamanya ketika mereka bersetuju atas sanksi ekonomi dan membiarkan
terjadinya kekerasan Israel di bumi Gaza
D.
Dampak konflik
Israel-Palestina
Seragan Israel
terhadap Palestina di jalur Gaza telah banyak memakan korban, ribuan nyawa tak
berdosa melayang dengan sia-sia. Jumlah warga sipil yang tewas terus meningkat
dari waktu ke waktu. Semantara itu, konflik antar kedua negara tersebut
memberikan dampak negatif pada Israel, begitu juga Palestina.
Berikut dampak yang
diakibatkan :
1.
Mendapatkan kecaman
dunia internasional
Mengingat serangan Israel adalah agresor ke Hamas tak ada hentinya, memicu
berbagai penduduk di belahan dunia kian marah atas perilaku Israel. Seperti
negeri Venezuela, mengusir Duta Besar Israel Shlomo Cohen dan sejumlah stafnya.
Insiden tersebut dilakukan untuk mendesak Israel agar menghormati hukum
Internasional. Negara di Amerika latin juga ikut serta mendesak Israel
menghentikan serangan ke jalur Gaza. Seperti ekuador, Colombia, dan
Guatemalapun ikut berkiprah agar dapat tercapainya gencatan senjata antar
kedua Negara itu.
Disisi lain di Jakarta, kecaman juga dilontarkan oleh delegasi tokoh
Masyarakat Madani Indonesia yang terdiri atas berbagai agama. Tak hanya itu,
para budayawan, artispun ikut mendatangi kantor PBB di Jakarta. Kedatangnya tak
lain adalah untuk mendesak agar Agresi Israel segera dihentikan. Kebrutalan
Israel atas Gaza sudah menyeret Israel sebagai penjahat kemanusiaan, dan
menjadikan Israel Negara abominasi oleh dunia.
2.
Dampak konflik
terhadap nasib anak-anak
Perang memang tak membawa kedamaian, tapi hanya membawa kehancuran.
Fenomena seperti inilah yang terjadi sekarang ini, seperti konflik yang terjadi
kian marak di Israel-Palestina. Agresi militer itu, sedikitnya telah
mengakibatkan Gedung-gedung bertingkat rubuh seketika, masjid-masjid hancur,
rumah penduduk rata dengan tanah, banyak nyawa bergelimpanan, menambah Susana
disitu semakin memilukan, beragam duka meyelimuti warga palestina, isak tangis
keluar dari wanita, pria, maupun anak-anak, darahpun berceceran. Sungguh tragis
nasib mereka alami, dan kini yang tersisa hanya puing-puing bangunan,yang masih
berdir,
Tak hanya itu, dampak konflik ini juga berpengaruh dikalangan anak-anak,
sekitar 59 persen penduduk jalur Gaza adalah anak-anak. Dari 220 korban tewas
adalah anak-anak berusia di bawah 17 tahun. Kejadian ini sangat menprihatinkan
nasib anak-anak dipalestina.
Nasib anak-anak Palestina sangat mengenaskan, banyak anak-anak yang trauma,
mereka harus kehilangan tempat tinggal, tidak bisa sekolah, gedung sekolah
hancur. Sebagai tulang punggung negara, nasib mereka terancam, tindakan brutal
para pionir-pionir Israel itu, telah merenggut masa depan para generasi penerus
palestina. Di sini Dewan Keamanan PBB harus bertindak tegas dalam menangani
masalah konflik antar dua negara ini, serta memperhatikan nasib dan masa depan
mereka.
3.
Dampak dalam bidang
ekonomi
Dampak perang Jalur Gaza mengakibatkan kerusakan yang cukup besar, bukan
saja membuat warga Palestina menjadi pengungsi di tanah air mereka, namun
seluruh populasi 1,8 juta Jalur Gaza kini membutuhkan bantuan makanan dan
pemulihan sektor pertanian di daerah ini tanpa bantuan jangka panjang juga
tidak mungkin dilakukan.
4.
Jalur Gaza
Hujan bom dan roket di Jalur Gaza telah
menghancurkan lebih dari 10 rumah sakit, sekolah, masjid dan lembaga milik PBB
serta pusat pembangkit listrik dan sistem perairan di daerah ini. Dana yang
dibutuhkan untuk merekonstruksi bangunan dan infrastruktur yang hancur tersebut
diprediksi mencapai puluhan juta dolar.
lalur Gaza lebih dari itu adalah kawasan
yang kerap dilanda perang dan tuan rumah satu juta pengungsi Palestina, kini
menyakskan penderitaan dan arus pengungsian warga yang sejak bertahun-tahun
hidup sebagai pengungsi di Gaza.
Rezim Zionis Israel di perang tahun
1948, perang pertama Arab-Israel, memaksa sejumlah warga Palestina mengungsi
dan Gaza sejak tahun itu telah menjadi tuan rumah bagi pengungsi dan berubah
menjadi kawasan rawan perang
Setelah 66 tahun pendudukan
Palestina, sekitar satu juta warga Palestina hidup di kamp-kamp pengungsi yang
diawasi oleh UNRWA. Perang Gaza kali ini juga menjadi mimpi buruk bagi rezim
Zionis. Meski perang ini menimbulkan korban jiwa dan kerusakan yang cukup
besar, namun perlawanan heroik warga Palestina membuat ambisi penjajah ilegal
ini tidak terealisasi.
Rezim Zionis Israel di Gaza
telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan anti kemanusiaan. Israel kini
telah menggantikan posisi rezim Apharteid Afrika Selatan. Setelah 8 tahun
blokade Jalur Gaza, keluarga di daerah terisolir ini dengan perlawanan heroik
mereka telah mengirim pesan kepada para pemimpin Israel bahwa mereka akan
membangun kembali rumah-rumah mereka dan akan mengusir penjajah dari tanah air
mereka.
Berbagai analisis politik soal
keuntungan dan kerugian dari masing-masing pihak ‘Israel’ dan Palestina dari
sisi politik dan militer dalam agresi ‘Israel’ ke Jalur Gaza sejak Selasa, 7
Juli lalu, meski warga Gaza menunjukkan sikap tegar yang melegenda. Namun ada
dampak dan implikasi berupa bencana bagi warga dan infra struktur. Hal itu
disimpulkan oleh Kyung-wha Kang, asisten Sekjen PBB untuk urusan kemanusiaan
dan wakil koordinasi bantuan gawat darurat di Majlis Umum bulan lalu. Imbas dan
efek yang merusak yang ditinggalkan oleh serangan militer ‘Israel’ itu sangat
berbahaya. Dunia, kata Kyung sangat khawatir terhadap pengaruh agresi bagi
anak-anak dan sipil Gaza termasuk sock di masa mendatang.
Di antara dampak agresi bersifat
bencana bagi warga Jalur Gaza kerusakan lingkungan dan unsur-unsurnya dalam
segala sektor, terutama tempat tinggal, pertanian, kesuburan tanah, air dan
lain penopang kehidupan lainnya. Para pakar menyatakan, bahwa agresi ‘Israel’
telah meninggalkan tanah menjadi terbakar. Sebagian besar wilayah Jalur Gaza
tidak layak ntuk ditinggali dan ditanami serta tidak mungkin dipulihkan. Ini
akibat pencemaran akibat agresi berulang-ulang di Jalur Gaza. Bahkan harus ada
analisis kimia dan mengukur radiasi untuk memastikan bahayanya di masa
mendatang bagi kesehatan lingkungan dan manusianya di Jalur Gaza
(Kerusakan di Gaza)
Selain itu, lalu lintas
peralatan berat militer ‘Israel’ dan dampak kerusakannya di Jalur Gaza
menyebabkan kerusakan fisik tanah dan mengurangi oksigen dan tingkat serapan
air serta mematikan tanah. Ini membutuhkan rehabilitasi jangka panjang dan
biaya besar. Dimana setiap centimeter tanah membutuhkan 100 tahun ke kondisi
semula.
Sebelum bicara kerugian dan
dampak ekonomi, meski ‘Israel’ sudah menarik diri dari Jalur Gaza dan
membekukan pemukiman Yahudinya di tahun 2005 setelah menjajahnya dalam waktu
lama. Namun militer ‘Israel’ menjadi Jalur Gaza seperti penjara besar bagi
lebih dari 1,6 juta warga Palestina di wilayah yang tidak lebih dari 365 km2 ,
menjadi sasaran pembunuhan dan penghancuran setiap hari secara sistematis.
Kemiskinan, kelaparan menjadi
pemandangan umum di antara warga Jalur Gaza akibat blokade dan penutupan
perlintasan terutama sejak musim panas tahun 2007. Pengangguran 60% dari total
tenaga kerja, lebih dari 2/3 penduduk Palestina di Jalur Gaza berada di bawah
garis kemiskinan.
(Kemiskinan di Gaza)
Agresi juga menciptakan bencana
ekonomi dan social. Data Palestina dari pusat HAM internasional dan
sumber-sumber pemerintah memperkirakan, disamping 2000 lebih korban tewas, 400
di antaranya anak-anak, 10 ribu luka, kerugian ekonomi dan penghancuran
sistematis infrastruktur di Jalur Gaza akibat 51 hari agresi sangat besar.
Total rumah yang menjadi target penghancuran adalah 10.604, 1724 lainnya
dihancurkan total, 8.880 rumah lainnya rusak sebagian.
Data lain menunjukkan 12 mobil
ambulan hancur, 10 pusat pelayanan kesehatan rusak, 34 pusat kesehatan ditutup,
13 rumah sakit rusak, 16 pekerja sector kesehatan gugur, 38 luka. Sekolah dan
kampus tak selamat dari serangan, 188 sekolah rusak,152 ribu pelajar dirugikan,
6 kampus Palestina rusak dan 10 ribu mahasiswa dirugikan.
Total kerugian ekonomi akibat
agresi ke Gaza mencapai 2,4 milyar dolar US, 1.960 milyar dolar US kerugian
langsung, 440 juta dolar US kerugian tidak langsung. Belum lagi 19 fasilitas
perusahaan listrik rusak total dan sebagian. Sebagian laporan menunjukkan bahwa
biaya rekonstruksi Jalur Gaza akan menelan 5 milyar dolar US.
Selain itu, akibat agresi ‘Israel’
ke Jalur Gaza, sebanyak 22 lembaga sosial rusak, 180 ribu penerima santunan,
475 ribu orang terlantar akibat kekerasan ‘Israel’ dan 310 ribu orang terlantar
dan terusir dari rumah mereka dan 165 ribu terusir karena rumah mereka hancur.
Meski kini sedang dilakukan
usaha rekontruksi, namun pertanyaan terpenting adalah kapan blockade Jalur Gaza
dibebaskan? Kapan perlintasan-perlintasan dibuka? Apakah Gaza akan memiliki
pelabuhan dan bandara udara dengan penuh? Semuanya tergantung sikap bersatu
Palestina, dukungan Arab dan dunia internasional. Apalagi kesadaran barat akan
citra ‘Israel’ sebagai Negara rasis makin terkuak.
Peperangan Israel dan Palestina di Jalur Gaza dalam sepekan terakhir tidak
saja menimbulkan banyak korban jiwa, tapi juga menciptakan bencana ekonomi.
Total kerugian ekonomi akibat agresi ke Gaza mencapai 2,4 milyar dolar US,
1.960 milyar dolar US kerugian langsung, 440 juta dolar US kerugian tidak
langsung. Belum lagi 19 fasilitas perusahaan listrik rusak total dan sebagian.
Sebagian laporan menunjukkan bahwa biaya rekonstruksi Jalur Gaza akan menelan 5
milyar dolar US. Selain itu, akibat agresi ‘Israel’ ke Jalur Gaza, sebanyak 22
lembaga sosial rusak, 180 ribu penerima santunan, 475 ribu orang terlantar
akibat kekerasan ‘Israel’ dan 310 ribu orang terlantar dan terusir dari rumah
mereka dan 165 ribu terusir karena rumah mereka hancur.
Selain itu konflik juga
mengguncang ekonomi dunia. Yaitu harga minyak di pasar internasional sudah
mulai naik di saat perekonomian global belum pulih dari resesi. Para investor
sudah mulai menghkhawatirkan berkurangnya pasokan minyak dari Timur Tengah.
Apalagi bila konflik Israel-Palestina di Gaza terus berlanjut. Naiknya harga
minyak bisa menjadi masalah besar bila muncul sikap yang frontal dari negara-negara
Arab penghasil minyak di Timur Tengah.
Meski dampak ekonomi di level
internasional belum terlalu nampak, di tingkat regional sudah terasa.
Setidaknya, sektor wisata di wilayah Israel dan Palestina langsung drop akibat
konflik yang disebut Israel sebagai operasi militer 'Pillar of Defense' untuk
menghantam kelompok Hamas di Gaza yang bersenjatakan roket itu. Saat ini,
banyak turis yang berpikir dua kali untuk mengunjungi kota-kota wisata di dekat
zona perang, seperti Yerusalem di Israel dan Betlehem di Tepi Barat, Palestina.
Tidak saja Israel yang mengalami kerugian di sektor wisata akibat konflik.
Turisme menyumbang 12 persen dari produk domestik bruto Palestina. Kota
Betlehem, yang berada di wilayah Palestina, memiliki situs-situs suci bagi umat
Kristen. Gereja Kelahiran Yesus Kristus, misalnya, selama ini menarik minat
banyak umat Kristen di penjuru dunia untuk ziarah ke sana. Sejak konflik
berlangsung, Betlehem kehilangan hampir setengah dari total turisnya. Kerugian
juga melanda para pebisnis di Jalur Gaza. Tidak sedikit tempat usaha maupun
rumah mereka dan pegawai mereka hancur karena serangan udara militer Israel.
Target mereka adalah para militan Hamas, namun rudal-rudal mereka juga
menembaki bangunan-bangunan warga sipil.Kerugian total di segi ekonomi akan
tergantung pada seberapa lama konflik ini berlangsung.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konflik berkepanjangan
antara Palestina dan Israel merupakan salah satu sengketa yang cukup panjang
apabila kita menghitung waktu maupun upaya yang telah dilakukan untuk
menyelesaikan sengketa ini. Hal ini jelas memicu kembali ketegangan tidak
hanya di kalangan negara-negara Timur Tengah tetapi juga ikut menarik perhatian
dari dunia.
Konflik ini dimulai setelah perang dunia
kedua, ketika masyarakat Israel (yahudi) berpikir untuk memiliki negara
sendiri, pikiran berbentuk zionisme yang didorong oleh genosida oleh Nazi
pada perang dunia kedua. Konflik antara Palestina dan Israel telah
berlangsung lama sejak tahun 1947. Pada masa itu, dilakukan pembagian
wilayah antara Israel dan Palestina yang dilakukan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari pembagian wilayah adalah 54% dari wilayah
diserahkan untuk Israel sedangkan sisanya untuk Palestina yakni
46%. Bangsa Yahudi menganggap pembagian yang telah dilakukan itu tidaklah
cukup. Mereka menginginkan wilayah yang lebih luas. Sejak itulah terror yang
meluas terhadap rakyat Palestina berlangsung.
Seragan Israel terhadap Palestina di jalur
Gaza telah banyak memakan korban, ribuan nyawa tak berdosa melayang dengan
sia-sia. Jumlah warga sipil yang tewas terus meningkat dari waktu ke waktu.
Semantara itu, konflik antar kedua negara tersebut memberikan dampak negatif
pada Israel, begitu juga Palestina.
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa konflik
antara Palestina dan Israel seringkali disebut sebagai konflik abadi dan tidak
mungkin terselesaikan. Banyaknya keraguan akan hadirnya perdamaian di bumi
Jerussalem ini muncul dikarenakan semenjak Israel mengklaim haknya di bumi
palestina serta memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1948, sudah banyak
perjanjian yang dilakukan oleh kedua negara dengan ataupun menggunakan pihak
mediator.
DAFTAR PUSTAKA
Tauhid, Darmadi Iman.2010.Misteri
Tanah yang Dijanjikan.IRCisoD : Yogyakarta.
Yahya, Harun.2005.Palestina: Zionisme
dan Terorisme Israel.Dzikra : Bandung.
Simomot.com/2014/07/14/sejarah-dan-latar-belakang-konflik-israel-palestina-dari-2000sm-
sampai-sekarang/